Sekutu Allah
Siri yang diarkibkan ("Suapan tidak aktif" status)
When? This feed was archived on July 29, 2024 03:26 (). Last successful fetch was on June 26, 2024 18:55 ()
Why? Suapan tidak aktif status. Pelayan kami tidak dapat untuk mendapatkan kembali suapan podcast yang sah untuk tempoh yang didapati.
What now? You might be able to find a more up-to-date version using the search function. This series will no longer be checked for updates. If you believe this to be in error, please check if the publisher's feed link below is valid and contact support to request the feed be restored or if you have any other concerns about this.
Manage episode 423768641 series 1785659
Ada kata yang jarang digunakan, namun kata ini bisa tepat digunakan, yaitu kata sekutu; kita adalah sekutu Allah. Di mana kita sepihak dengan Allah, segala sesuatu yang kita lakukan berada dalam satu kepentingan dengan Allah. Jika demikian, kita barulah menjadi makhluk ciptaan sesuai dengan rancangan-Nya. Ini tidak berlebihan, bukan sesuatu yang hiperbola, sebab sejatinya, “Urusanku hanya Engkau, Tuhan.” Ini seiring dengan kesadaran bahwa Tuhan kita butuhkan lebih dari nafas dan darah kita. Lebih baik kita tidak pernah hidup daripada hidup tanpa persekutuan dengan Allah atau tanpa menjadi sekutu Tuhan. Kita diciptakan memang untuk menjadi sekutu Allah.
Ironis, kita dibesarkan dalam lingkungan yang sudah rusak. Irama hidup kita sudah rusak selama bertahun-tahun, kita bukan sekutu Tuhan. Sebab sebagai sekutu Tuhan, kita harus punya satu kepentingan dengan Allah. Kita diciptakan bagi Allah; Allah adalah Majikan (Adonai) dan Tuan (Kurios) kita, kepentingan-Nya harus menjadi kepentingan kita. Dan luar biasa, kalau kepentingan Allah menjadi kepentingan kita, maka kepentingan kita sendiri pasti diurus oleh Allah. Dia tidak akan berkhianat, Dia tidak mungkin berlaku tidak adil. Kalau sementara waktu kita seperti diperlakukan Allah tidak adil—masalah ekonomi yang tidak kunjung selesai, masalah sakit penyakit yang tidak segera kunjung sembuh—Allah hanya mengajar agar kita tidak mencurigai Dia.
Sampai pada satu titik, kita bisa berkata, “Tuhan, yang penting aku memiliki Engkau. Entah aku sakit atau sehat, entah aku kaya atau miskin, entah aku terhormat atau tertindas, yang penting aku memiliki Engkau, hidup dalam persekutuan dengan Engkau.” Maka kita harus bertumbuh terus, sampai kita bisa merasakan Tuhan sebagai air kehidupan; “tanpa Dia, aku tidak hidup.”
Kita pasti sudah mendengar, membaca berita, melihat langsung, atau mengalami, ketika orang yang kita cintai meninggalkan kita, yang kepadanya kita berharap memperoleh kebahagiaan. Bahkan ada yang bunuh diri karena ditinggal atau ditolak cintanya. ‘Si dia’ lebih berharga dari nyawanya sendiri, lebih penting dari nafas dan darahnya. Kalau untuk manusia kita bisa begitu, kenapa kita tidak jatuh cinta kepada Tuhan sampai tingkat itu? Jadi, lebih dari berbagai kegiatan keberagamaan dan pelayanan, kita rindu memiliki kehausan akan Allah yang benar.
Kehausan seperti itu juga sebenarnya merupakan proses yang progresif. Dulu kita tidak sampai merasakan hal itu, namun dengan berjalannya waktu, terbangun kebenaran di dalam pikiran kita, dan peristiwa demi peristiwa yang kita alami membuat kita semakin menghayati tragisnya hidup, dan banyak hal lain lagi yang Tuhan ajarkan, dan terutama perjumpaan-perjumpaan dengan Tuhan yang secara adikodrati, maka kita mulai merasakan itu.
Kita datang ke dunia ini tidak sendiri—namun bersama Tuhan—karena Tuhan memiliki rancangan atas hidup kita, maka kita harus pulang pun bersama dengan Tuhan yang menjadi kekasih abadi kita. Kita harus memberi waktu untuk duduk diam di kaki Tuhan, menantikan dan mengalami Tuhan, sampai kita merasa, “Hanya Engkau yang kubutuhkan.” Tuhan menggiring kita ke pantai-Nya. Kita seperti kapal yang sedang dibawa arus dan tidak jelas ke mana arahnya. Tuhan melempari kita dengan batu-batu, lalu batu-batu itu membuat ombak, ombak-ombak kecil jadi ombak-ombak lebih besar untuk membawa kita ke pantai. Persoalan ekonomi, sakit penyakit, masalah rumah tangga bisa merupakan batu-batu yang dilempar Tuhan, supaya kita merapat ke pantai-Nya.
Kalau ada sesuatu yang mengganggu jiwa kita sehingga merusak ketenangan, keteduhan jiwa kita di dalam Tuhan, itu isyarat berhala. Jangan memberhalakan masalah. Yang harus kita ‘berhalakan, puja’ hanyalah Tuhan. Sebelum kita menutup mata, kita sudah harus sampai taraf itu. Dan kita bisa membuat hati kita membara mencintai Tuhan. Sehingga kita bisa menjadi begitu teduh menghadapi persoalan-persoalan hidup. Dan kita bisa mengerti kenapa Abraham begitu yakin bahwa Elohim Yahweh tidak akan mengkhianati dia. Kita juga bisa mengerti mengapa Musa begitu berani menuntun 2 juta lebih bangsa Israel tanpa cadangan dana, tanpa gudang makanan, karena ia percaya Allah yang dia sembah adalah Allah yang hidup.
Kalaupun kita bingung, mengapa Tuhan mengizinkan keadaan ini berlarut-larut, maka kita cukup mengatakan, “Kalaupun aku jatuh hancur, aku jatuh di tangan-Mu.” Dan Dia tidak membuat kita hancur. Ada banyak hal yang bisa terjadi di luar kemampuan kita. Tuhan bisa buat hal-hal yang ajaib, di luar perkiraan. Jangan merasa susah oleh suatu keadaan yang terjadi, sebab kalau kita merasa susah dan terikat dengan kesusahan itu, berarti kita menganggap Tuhan tidak lebih berharga dari masalah itu. Dan ketika kita jadi kekasih Tuhan, Tuhan akan berkata, “Aku tahu apa yang kau butuhkan. Aku mengadakan ini untuk kebaikanmu, di luar pengertianmu. Seperti Aku membuktikan bagaimana engkau melewati hari-hari lewat tangan-tangan orang yang tidak pernah kau pikirkan, dan di hari depan, Aku bisa menggerakkan tangan yang lebih kuat untuk menopang kamu, karena itu adalah tangan-Ku.”
154 episod