Eps 6: Rumah

Wall Podcast

Rumah Sudah berapa tahun semenjak kita tinggal bersama? Dibawah naungan rumah peninggalan bapakmu ini. Dan selama itu juga, aku masih merasakan getar yang sama seperti ketika pertama kali aku melihatmu dulu. Setiap pagi aku selalu membuatkan sarapan terbaik yang bisa kusajikan, walaupun rasannya tentu masih kalah jika dibandingkan dengan masakan para koki terkenal, tapi yang terpenting kan...aku memasaknya dengan ikhlas hanya buatmu dan anak-anak. Kamu masih ingat waktu anak pertama kita lahir? Kamu senang sekali karena doamu dikabulkan. Waktu itu kamu memang menginginkan anak lelaki kan, dan ternyata yang lahir memang lelaki, sosok pria tangguh yang nanti dapat menggantikan bapaknya, ah...tapi aku mau cerita tentang itu nanti saja, sekarang aku hanya ingin bercerita tentang kebahagiaan keluarga kecil kita. Dan, setelah kita memiliki 4 buah hati, kamu mulai mengeluh tentang keuangan keluarga kita. Katamu waktu itu, kita tidak akan bertahan lebih lama jika terus seperti ini. Lambat laun, anak-anak akan terus tumbuh, dan biaya akan terus bertambah. Jujur...ketika kamu memutuskan untuk membawaku dan anak-anak pergi jauh dari rumah, untuk transmigrasi. Ada sedikit rasa kecewa, karena aku sudah nyaman disini sayangku, aku sudah mendapatkan yang kumau bersamamu. Tapi, aku tidak bisa egois padamu dan anak-anak. Kita memang perlu untuk melangkah, dan keputusan untuk pindah, bisa jadi adalah langkah terbaik yang bisa kita tempuh. Kita sekeluarga berangkat ke luar pulau, naik kapal sampai seminggu penuh dari tanjung priok, dan sampai ke tempat antah berantah. Disana kehidupan tidak jauh lebih baik dari rumah, disana kita masih harus berjuang sedikit demi sedikit agar kehidupan jadi lebih baik. Yang aku sesalkan sampai sekarang adalah, ketika anak-anak sudah mulai dewasa, mereka sudah memiliki jalannya masing-masing, kenapa malah kamu tega meninggalkan aku sendiri di tanah yang jauh ini?