Artwork

Kandungan disediakan oleh Liyas Syarifuddin. Semua kandungan podcast termasuk episod, grafik dan perihalan podcast dimuat naik dan disediakan terus oleh Liyas Syarifuddin atau rakan kongsi platform podcast mereka. Jika anda percaya seseorang menggunakan karya berhak cipta anda tanpa kebenaran anda, anda boleh mengikuti proses yang digariskan di sini https://ms.player.fm/legal.
Player FM - Aplikasi Podcast
Pergi ke luar talian dengan aplikasi Player FM !

Episode 04 - Hati Yang Berfikir

11:13
 
Kongsi
 

Manage episode 344002248 series 3253261
Kandungan disediakan oleh Liyas Syarifuddin. Semua kandungan podcast termasuk episod, grafik dan perihalan podcast dimuat naik dan disediakan terus oleh Liyas Syarifuddin atau rakan kongsi platform podcast mereka. Jika anda percaya seseorang menggunakan karya berhak cipta anda tanpa kebenaran anda, anda boleh mengikuti proses yang digariskan di sini https://ms.player.fm/legal.
Hati Yang Berfikir Terkadang dalam percakapan sehari-hari muncul ungkapan “Mikir tuh pakai otak!” Ungkapan lain yang kerap terdengar sehari-hari adalah ungkapan “Otakmu di dengkul.” Kedua ungkapan tersebut mengandung 2 pesan yang berbeda. Ungkapan pertama berisi instruksi agar orang yang diajak berbicara mau berpikir dengan otaknya atau akalnya. Ungkapan kedua berisi kekecewaan, walaupun orang sudah menggunakan otaknya untuk berpikir, tetapi respons yang diharapkan tidak sesuai harapan dan tidak masuk akal. Untuk menjawab itu semua, mari perhatikan cerita berikut ini! Suatu hari penulis bertanya kepada salah seorang kiai yang memimpin sebuah pesantren di Bone, Sulawesi Selatan dengan jumlah santri sekitar 700 orang. Penulis mendengar bahwa pesantren tersebut melayani ratusan orang santri tanpa dipungut biaya. Penulis bertanya kepada sang kiai, “Apakah benar bahwa para santri tinggal, makan, dan belajar di pesantren tersebut secara gratis?" Mendengar pernyataan tersebut dari penulis, sang kiai spontan menjawab, “Ya benar, semua santri di sini belajar secara gratis." Mendengar jawaban tersebut, terpikir di benak penulis bahwa pesantren sudah memiliki donatur yang secara rutin bertanggung jawab untuk memenuhi seluruh kebutuhan operasional pesantren termasuk makan, tempat tinggal, dan segala sarana pendidikan di dalamnya. Apalagi pesantren sudah berdiri sejak tahun 1975. Demikianlah kebanyakan pesantren yang tidak memungut biaya pendidikan kepada santrinya, biasanya disebabkan oleh ketersediaan dana dari para donatur. Namun, hal yang tidak diduga terjadi ketika penulis kembali bertanya lebih lanjut, “Apakah sudah banyak donatur di pesantren ini sehingga dapat menggratiskan layanan pendidikan kepada santrinya?” Sang kiai menjawab dengan lugas bahwa sejak awal pesantren ini tidak meminta-minta atau membuat proposal untuk diajukan ke berbagai instansi dan lembaga donatur. Pesantren hanya menerima bantuan dari siapa saja yang ingin membantu tanpa diminta. Lebih lanjut sang kiai menyatakan bahwa untuk menopang perjuangan di pesantren ini, untuk sementara akal tidak digunakan secara optimal untuk berpikir, tetapi yang diminta untuk berpikir adalah hati. Hal tersebut diperkuat dengan ayat Al-Qur’an surah Al-A’raf: 179 yang berbunyi: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga, (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (Quran Surat Al-A’raf ayat 179) Dengan rasa ingin tahu yang tinggi, penulis kembali menanyakan bagaimana pesantren memenuhi seluruh kebutuhan para guru dan santri selama tinggal di pesantren. Penulis ingin mengetahui prinsip apa yang selama ini dipegang oleh kiai, sehingga begitu yakin bahwa semua kebutuhan santri selalu bisa terpenuhi. Jawaban yang sangat luar biasa penulis dapatkan saat itu adalah ketika kiai mengatakan, “Jika ada seorang santri yang mendaftar dan diterima di pesantren ini, maka insya Allah rezekinya secara otomatis juga akan diantarkan ke pesantren ini. Jadi tidak perlu khawatir bahwa santri tersebut tidak makan dan kelaparan.” Mendengar jawaban tersebut, penulis merasa takjub geleng-geleng kepala memikirkan betapa kuatnya keyakinan kiai kepada Allah, sambil terpikir, “Kok bisa ya, kiai yang masih di bawah 40 tahun memberikan jawaban yang lugas tentang keyakinan akan Maha kayanya Allah, Maha kasih dan sayangnya Allah, dan begitu berlimpahnya rezeki yang Allah tebarkan untuk seluruh umat manusia. Memang begitulah sebenarnya realitas kehidupan manusia, yang sudah digaransi 100% oleh Allah akan ketersedian rezekinya di dunia. --- Send in a voice message: https://podcasters.spotify.com/pod/show/ahim-edu-podcast5/message Support this podcast: https://podcasters.spotify.com/pod/show/ahim-edu-podcast5/support
  continue reading

5 episod

Artwork
iconKongsi
 
Manage episode 344002248 series 3253261
Kandungan disediakan oleh Liyas Syarifuddin. Semua kandungan podcast termasuk episod, grafik dan perihalan podcast dimuat naik dan disediakan terus oleh Liyas Syarifuddin atau rakan kongsi platform podcast mereka. Jika anda percaya seseorang menggunakan karya berhak cipta anda tanpa kebenaran anda, anda boleh mengikuti proses yang digariskan di sini https://ms.player.fm/legal.
Hati Yang Berfikir Terkadang dalam percakapan sehari-hari muncul ungkapan “Mikir tuh pakai otak!” Ungkapan lain yang kerap terdengar sehari-hari adalah ungkapan “Otakmu di dengkul.” Kedua ungkapan tersebut mengandung 2 pesan yang berbeda. Ungkapan pertama berisi instruksi agar orang yang diajak berbicara mau berpikir dengan otaknya atau akalnya. Ungkapan kedua berisi kekecewaan, walaupun orang sudah menggunakan otaknya untuk berpikir, tetapi respons yang diharapkan tidak sesuai harapan dan tidak masuk akal. Untuk menjawab itu semua, mari perhatikan cerita berikut ini! Suatu hari penulis bertanya kepada salah seorang kiai yang memimpin sebuah pesantren di Bone, Sulawesi Selatan dengan jumlah santri sekitar 700 orang. Penulis mendengar bahwa pesantren tersebut melayani ratusan orang santri tanpa dipungut biaya. Penulis bertanya kepada sang kiai, “Apakah benar bahwa para santri tinggal, makan, dan belajar di pesantren tersebut secara gratis?" Mendengar pernyataan tersebut dari penulis, sang kiai spontan menjawab, “Ya benar, semua santri di sini belajar secara gratis." Mendengar jawaban tersebut, terpikir di benak penulis bahwa pesantren sudah memiliki donatur yang secara rutin bertanggung jawab untuk memenuhi seluruh kebutuhan operasional pesantren termasuk makan, tempat tinggal, dan segala sarana pendidikan di dalamnya. Apalagi pesantren sudah berdiri sejak tahun 1975. Demikianlah kebanyakan pesantren yang tidak memungut biaya pendidikan kepada santrinya, biasanya disebabkan oleh ketersediaan dana dari para donatur. Namun, hal yang tidak diduga terjadi ketika penulis kembali bertanya lebih lanjut, “Apakah sudah banyak donatur di pesantren ini sehingga dapat menggratiskan layanan pendidikan kepada santrinya?” Sang kiai menjawab dengan lugas bahwa sejak awal pesantren ini tidak meminta-minta atau membuat proposal untuk diajukan ke berbagai instansi dan lembaga donatur. Pesantren hanya menerima bantuan dari siapa saja yang ingin membantu tanpa diminta. Lebih lanjut sang kiai menyatakan bahwa untuk menopang perjuangan di pesantren ini, untuk sementara akal tidak digunakan secara optimal untuk berpikir, tetapi yang diminta untuk berpikir adalah hati. Hal tersebut diperkuat dengan ayat Al-Qur’an surah Al-A’raf: 179 yang berbunyi: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga, (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (Quran Surat Al-A’raf ayat 179) Dengan rasa ingin tahu yang tinggi, penulis kembali menanyakan bagaimana pesantren memenuhi seluruh kebutuhan para guru dan santri selama tinggal di pesantren. Penulis ingin mengetahui prinsip apa yang selama ini dipegang oleh kiai, sehingga begitu yakin bahwa semua kebutuhan santri selalu bisa terpenuhi. Jawaban yang sangat luar biasa penulis dapatkan saat itu adalah ketika kiai mengatakan, “Jika ada seorang santri yang mendaftar dan diterima di pesantren ini, maka insya Allah rezekinya secara otomatis juga akan diantarkan ke pesantren ini. Jadi tidak perlu khawatir bahwa santri tersebut tidak makan dan kelaparan.” Mendengar jawaban tersebut, penulis merasa takjub geleng-geleng kepala memikirkan betapa kuatnya keyakinan kiai kepada Allah, sambil terpikir, “Kok bisa ya, kiai yang masih di bawah 40 tahun memberikan jawaban yang lugas tentang keyakinan akan Maha kayanya Allah, Maha kasih dan sayangnya Allah, dan begitu berlimpahnya rezeki yang Allah tebarkan untuk seluruh umat manusia. Memang begitulah sebenarnya realitas kehidupan manusia, yang sudah digaransi 100% oleh Allah akan ketersedian rezekinya di dunia. --- Send in a voice message: https://podcasters.spotify.com/pod/show/ahim-edu-podcast5/message Support this podcast: https://podcasters.spotify.com/pod/show/ahim-edu-podcast5/support
  continue reading

5 episod

Kaikki jaksot

×
 
Loading …

Selamat datang ke Player FM

Player FM mengimbas laman-laman web bagi podcast berkualiti tinggi untuk anda nikmati sekarang. Ia merupakan aplikasi podcast terbaik dan berfungsi untuk Android, iPhone, dan web. Daftar untuk melaraskan langganan merentasi peranti.

 

Panduan Rujukan Pantas

Podcast Teratas